Etnisitas Aneuk Jamee dalam Otonomi Daerah (Bagian 2)
Masak Lemang 2 hari sebelum 1 Ramadhan, merupakan budaya Aneuk Jamee
Etnisitas
Aneuk Jamee dalam Otonomi Daerah
Identifikasi
Etnik
Fokus pada
penelitian ini tentang etnik Aneuk Jamee, maka untuk lebih mudah memahami
identitas etnik Aneuk Jamee berikut ini akan dibahas Identitas etnik menurut
beberapa para ahli. Usman (2009: 49) mengemukakan etnis merupakan suatu
kelompok masyarakat yang membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lain.
Etnik ditandai dengan kriteria bahasa, organisasi politik, teritorial tempat
tinggal. Usman selanjutkannya mengatakan bahwa etnisitas merupakan sekolompok
masyarakat atau kelompok yang memiliki identitas dan berkembang serta saling
berhubungan satu sama lain. Berbicara
tentang etnisitas erat hubungan dengan bahasa, teritorial budaya dan organisasi
politik yang mereka pahami dan
dipraktekkan. Budaya dan bahasa suatu masyarakat menentukan suatu etnisitas
tertentu, akan tetapi suatu etnisitas boleh jadi berbeda bahasa namun juga
memiliki identitas yang sama. Identitas etnik ditandai dengan simbol-simbol
budaya, bahasa, organisasi, serta ideologi. Setiap etnik memiliki
identitas yang harus dipergunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi satu sama
lain. Kekhasan etnik secara kultural membuat
manusia unik dalam berkomunikasi sekaligus dapat dijadikan kajian tersendiri.
Dibalik itu semua kekhasan etnisitas didalam masyarakat jika tidak saling
memahami ideologi, simbul dan bahasa dimungkinkan akan terjadi kesalahpahaman.
Simbol etnik menentukan apa bila seseorang yang ingin berinteraksi dengan
etniknya sendiri maupun dengan etnik yang lain. Selanjutnya Usman juga
mengatakan apabila ada perbedaan budaya
secara regular sekaligus menimbulkan suatu perbedaan dalam interaksi
diantara anggota kelompok, maka hubungan
sosial tersebut akan memiliki suatu unsur etnik. Etnisitas pun merujuk pada
aspek positif-negatif dalam berinteraksi dan juga menunjuk pada aspek makna
dalam penciptaan identitas. Dengan demikian etnisitas memiliki nuansa politik,
organisasi dan simbolis. Disamping itu kelompok etnis cenderung memiliki mitos
mengenal asal usul mereka dan memiliki ideologi kehidupan kehidupan mereka.
Ahmad (1992: 181) mengemukakan setiap
etnik memiliki ciri-ciri tersendiri yang
dibawa dari asal keturunan sejak berabad-abad. Hal itu dipengaruhi oleh budaya,
lingkungan alam dan geografi tanah asal.
Disamping itu pembauran antar etnik antar sub-etnik dan adaptasi alam
lingkungan alam, lingkungan, geografis pemukiman baru yang berjalan cukup lama
oleh bentang waktu turut mewarnai pola dasar dari watak kejiwaan, adat
kebiasaan dan budaya mereka. Sebagaimana suku-suku lainnya di
Indonesia, dengan demikian etnik Aneuk Jamee juga
mempunya identitas etnik
tersendiri, budaya, keragaman adat istiadat sendiri yang membedakan
dengan etnik lain. Selanjutnya Perret (2010:14) mengatakan Identitas etnik dan
etnisitas diartikan sebagai langkah mengidentifikasikan diri dan perasaan
menjadi bagian sebuah kelompok kekeluargaan
atau jaringan yang saling kenal mengenal. Pada dasarnya isu tentang
identitas itu kompleks sifatnya pembentukan identitas tidak bisa dijelaskan
dengan mengacu pada kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi saja melainkan juga
harus mengacu pada proses dialektika yang berlangsung diantara kekuatan-kekuatan ini dengan
masyarakat itu sendiri tidak dapat diabaikan bahwa masyarakat memainkan peranan
aktif didalam membentuk identitas kultural mereka sendiri.
Berdasarkan pendapat diatas maka etnik Aneuk
Jamee yang mendiami wilayah Aceh bagian Selatan,
memiliki identitas atau simbol sebagai suatu
etnik dimana bahasa yang dipergunakan mereka berbeda dengan suku Aceh pada
umumnya. Akan tetapi etnik Aneuk Jamee diakui sebagai bagian dari suku Aceh,
sehingga antara suku Aceh dan etnik Aneuk Jamee hidup dalam satu kedamaian.
Didalam literatur yang membahas tentang pembentukan
identitas menurut Giddens (2003)
dalam Anitasa Dewi ( 2005: 24 ) bahwa
kelompok masyarakat dapat menjadi agen dalam penciptaan identitas mereka
sendiri yang mana hal tersebut merupakan sebuah proses. Selanjutnya Giddens
menjelaskan untuk menjadi agen harus
mampu mengorganisir sejalan dengan mengalirnya kehidupan sehari-hari.
Hoed (2011 : 257) menyatakan jati diri bangsa biasanya dikaitkan dengan
kebudayaan bangsa, kebudayaan suatu bangsa dapat dilihat dari cara bangsa itu
memandang dirinya dan dunia luar, prilakunya serta hasil prilaku bangsa
tersebut. Selanjutnya Hoed menjelaskan jati diri bangsa tidak dapat diukur
berdasarkan kebudayaan yang sudah mantap, apalagi kebudayaan masa lalu. Dalam
era globalisasi yang berjalan cepat dan masif ini, kita harus melihat jatidiri
sebagai suatu proses dalam interaksi antar budaya. Selanjutnya Marzali (2007 :
214) Mengatakan dalam masyarakat majemuk, setiap suku bangsa hidup di tempat
asalnya sendiri dengan tradisi kultural
mereka sendiri. Anggota-anggota satu suku bangsa bergaul secara sangat
terbatas dengan anggota kelompok suku bangsa lain, terutama hanya untuk
kepentingan perdagangan, mereka tidak menjadi satu dan tidak merasa bersatu.
Selanjutnya Marzali juga mengatakan didalam masyarakat multi etnik tidak ada
satu kesatuan nilai yang dimiliki bersama oleh seluruh anggota masyarakat. Hal ini menunjukkan
bahwa individu-individu tersebut setuju dan memahami bahwa diri dan kelompok mereka berbeda dengan
kelompok yang lain, dan tidak menyatu dan berlainan satu dengan yang lain. Menurut De Vos (1975:14) bahwa identitas etnik seperti identitas lainnya, bukan saja
merupakan persoalan mengetahui siapa seseorang itu, tetapi juga masalah
mengetahui bagaimana seseorang itu dipandang oleh orang lainnya. Identitas etnik memerlukan dipeliharanya perilaku yang cukup
konsisten,
sehingga memungkinkan orang-orang lain untuk meletakkan seseorang atau sesuatu
kelompok interaksi yang diperlukan. Adam Kuper dan Jesica Kuper (2000:310) mengungkapkan bahwa etnisitas adalah suatu
penggolongan dasar dari suatu organisasi sosial yang keanggotaannya didasarkan
pada kesamaan asal, sejarah dan yang dapat diliputi kesamaan budaya, agama dan
bahasa etnisitas dibedakan dari kesukuan karena kesukuan didasarkan atas
warisan biologis. Kemudian Barth (1988:10) juga mengatakan bahwa asumsi yang menyatakan bahwa tiap etnik atau bangsa mampu mempertahankan budayanya dengan cara tidak mengacuhkan etnik atau bangsa tetangganya. Namun juga terdapat
beberapa pandangan lainnya yakin terdapat dua faktor utama yang mampu
mempertahankan budaya suatu suku atau bangsa adalah faktor isolosi geografi dan
isolosi sosial. Akan tetapi penyelidikan empiris terhadap dua hal tersebut
ternyata memperlihatkan ketidaktepatannya. Pertama, batas-batas budaya dapat
bertahan walaupun suku-suku tersebut saling berbaur. Dengan kata lain, adanya
perbedaan antar etnis
tidak ditentukan oleh tidak terjadinya pembauran, kontak dan pertukaran
informasi, namun lebih oleh adanya proses-proses sosial berupa pemisahan dan
pengetahuan. Sehingga perbedaan kategori tetap dipertahankan. Kedua, dapat
ditemukan hubungan sosial yang mantap, bertahan lama dan penting antara dua
kelompok etnis
yang berbeda, yang biasanya terjadi karena adanya status etnik yang terpecah dua (terdikotomi). Dengan kata lain ciri-ciri masing-masing
kelompok etnik
yang berbeda tersebut ditentukan oleh tidak adanya interaksi dan penerimaan
sosial, tetapi sebaliknya justru karena didasari oleh terbentuknya sistem
sosial tertentu. Interaksi yang demikian tidak akan mengakibatkan pembauran
dengan perubahan budaya dan akulturasi, perbedaan-perbedaan budaya ini justru
akan bertahan walaupun terjadi hubungan antar etnik dan ada saling ketergantungan antar etnik. Etnisitas ternyata
tidak selalu berarti mempunyai konotasi yang negatif, etnisitas dewasa ini
dikaitkan dengan konflik
bahkan perang. Namun demikaian
etnisitas berkaitan sangat erat dengan lahirnya demokrasi di dunia ini
lebih lebih pada permulaan abad 21 dengan lahirnya demokrasi diikuti dengan
politik desentralisasi yang memberikan hak kepada kepala daerah-daerah tertentu untuk memperoleh kebebasan atau memperoleh pengakuan
politik ( Tilaar, 2007:2). Etnisitas berkaitan erat pula dengan kebudayaan.
Oleh sebab itu setiap komunitas yang
banyak sedikitnya homogen mempunyai kebudayaan tersendiri yang merupakan ciri
khas dari kelompok etnik tersebut.
Didalam kaitan ini lahirlah apa yang dikenal sebagai primodialisme yaitu
keterkaitan seseorang terhadap kelompok etniknya.
Selanjutnya
Izikowitz dalam Barth (1988: 146) juga menjelaskan konsep etnik antara lain menyatakan bahwa kajian etnografi atau Antropologi Sosial
yang bertujuan untuk mengadakan analisis dan pembahasan berbagai aspek dari beberapa sistem sosial
yang terpisah yang berperan dalam membangun teori sosial secara umum.
Terpusatnya perhatian pada sistem sosial dari kelompok orang yang terpisah, pemisahan ini
terjadi antara lain karena gerakan nasional romantik yang lebih menonjolkan
ciri nasional masing-masing kelompok itu dan sistem nilainya. Pada saat suatu
kelompok ingin memperbaiki statusnya dan ingin lebih mengutamakan cara hidupnya
sendiri, maka kelompok ini akan
menghadapi masalah dalam hubungan kelompok lain disekitarnya.
Selanjutnya Izikowitz menjelaskan sejarah
memperlihatkan bahwa penyesuaian dengan kelompok masyarakat tetangga yang
sering memiliki cara hidup struktur sosial dan cara hidup yang berbeda-beda
selalu merupakan masalah pada masyarakat multietnik, berbagai kelompok hidup terpisah tanpa
ada atau sedikit sekali kontak tetapi bila ada suatu pasar, misalnya dikota,
daerah industri, daerah pertambangan atau daerah
perkebunan maka pasar ini akan menjadi daearh pusat tempat orang-orang saling berhubungan antar anggota masyarakat.
Namun kontak ini tidak terlalu erat pada suku-suku yang berasal dari pedalaman. Kontak
seperti ini tidak selamanya dikehendaki bahkan ada beberapa etnik yang menjauhinya.
Akhirnya Izikowite menyimpulkan bahwa batas
antara kelompok etnik
ini terjadi karena adanya perbedaan sosial budaya yang dibedakan tiga kelompok.
- Perbedaan dalam “cara pengungkapan”, misalnya bahasa, aktivitas ritual,
sikap etika atau kebiasaan-kebiasaan.
- Sistem nilai, agaknya terjadi akibat
struktur sosial dan pandangan dunia luar ini berkaitan erat dengan cara
pengungkapannya.
- Pengenalan diri, ini menangkut anggapannya sendiri tentang termasuk kelompok mana seorang, maupun penerimaan kelompok terhadapnya.